April 13, 2010

sampai Tuhan berkata : cukup

Desember 2009,

 

“Aku harus melanjutkan hidup, kembali ke rumah ayah ibu

Kamu baik-baik disini, jaga diri, jaga kesehatan,

Kamu wanita yang kuat, kamu mandiri, aku yakin kamu bisa

Jalan hidup kamu masih panjang”


Kata-kata itu yang sekarang terus terlintas dipikiran si gadis. Bukan semangat yang didapat, tapi keputus-asaan. Disaat kata-kata itu terucap, dia hanya bisa menangis. Tak sedikitpun amarah yang dapat dipaksanya keluar dari hati. Begitulah sifatnya, selalu memendam perasaan hanya karena tidak ingin menyakiti perasaan yang lain.


[Kita bisa melanjutkan hidup bersama, meskipun kamu jauh disana dan aku sendiri disini. Aku tidak berkeberatan, aku yakin aku bisa asalkan kamu selalu bersama aku. Aku menjadi kuat karena ada kamu yang menguatkan, aku menjadi bisa karena ada kamu yang mengajarkan aku hingga pandai. Dan jalan hidup kita memang masih panjang, mengapa tidak kita coba?]


Hati kecil si gadis berteriak lantang mengungkapkan semua keinginannya, namun sayang dinding hatinya terlalu tebal sehingga tak sedikitpun gema yang keluar ke udara.


“Kamu tidak mengerti, hidupku bukan melulu tentang cinta. Aku harus membahagiakan orang-orang disekitarku. Aku harus membangun masa depanku. Kamu tahu, aku dan kamu berbeda. Perbedaan ini terlalu sulit untuk dipersatukan. Maaf, aku tidak bisa menjadi penjagamu lagi. Ini jalan yang terbaik untuk kita”


Air mata si gadis makin deras menetes, namun tak sepatah kata muncul mengiringi sesak di hatinya. Nampaknya rasa sakit itu terlalu besar sehingga menutup katup udara dalam tenggorokannya untuk bersuara.


[Kamu yang tidak mengerti tentang perjuangan aku menjaga kita. Kesetiaan, kesabaran, keihklasan aku menjadi pemilik hatimu. Hidup memang tidak melulu tentang cinta, aku tahu itu, sejak dulu bahkan. Hidupku memang tidak melulu diisi cinta darimu, tapi juga canda dan tawa bahkan tangis. Dan jika perbedaan yang menjadi alasan, lalu mengapa baru sekarang? Mengapa baru sekarang kamu menjadikannya penting? Mengapa tidak sejak dulu saja kita memutuskan hubungan diatas perbedaan? Perbedaan ini, bukankah aku sudah buktikan bahwa aku bisa beradaptasi dan menjadi bagian darinya?  Kini, kamu memang sedang membangun masa depan milikmu sendiri tapi aku disini harus memunguti semua harapan akan masa depan aku dengan kamu yang telah runtuh.]

 

April 2010,

 

Sisa kesedihan masih terlihat dikedua mata si gadis. Tapi dia harus tetap menjalani hari. Seperti kata sahabatnya “hari masih muda”. Meski sudah seratus hari lebih terbuang dengan penuh air mata, si gadis masih tegar berdiri. Sedikit limbung memang, tapi masih tegak terlihat.

---

“Sampai kapan kamu akan menunggu aku?” tanya si pria.

Si gadis: “Sampai aku merasa lelah. Sampai Tuhan berkata cukup”

1 komentar: